Indonesia Amandemen UU Pertambangan untuk Dorong Lebih Banyak Investasi Hilir

 



  • Pemerintah Indonesia membuat amandemen yang signifikan terhadap Undang-Undang Pertambangan negara karena bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi hilir ke sektor ini.
  • Sebagai bagian dari amandemen, pemerintah pusat sekarang akan mengambil kendali atas penerbitan izin pertambangan.
  • Undang-undang baru ini juga memperkenalkan izin usaha baru untuk pertambangan batu dan bahan radioaktif.
  • Perusahaan pemegang izin Kontrak Karya (KK) dan Kontrak Karya Batubara (PKB) akan mendapatkan perpanjangan penjaminan berupa izin usaha baru.

Pada Mei 2020, pemerintah Indonesia membuat perubahan signifikan pada UU Pertambangan 2009 melalui penerbitan UU No 3 Tahun 2020 (Revisi UU Pertambangan), yang bertujuan untuk mendorong lebih banyak investasi ke industri hilir pertambangan negara.

Sebagian besar dari amandemen tersebut berkaitan dengan izin pertambangan beserta hak dan kewajibannya. Beberapa lisensi baru telah diperkenalkan, seperti sertifikat penambangan batuan dan lisensi penugasan yang terakhir dapat digunakan untuk mengeksplorasi bahan radioaktif.

Perubahan penting lainnya adalah jaminan pemerintah atas perpanjangan izin Kontrak Karya (KK) dan Kontrak Karya Batubara (PKH) pemegang izin dalam bentuk izin IUPK Operasi Lanjutan. Ini akan memungkinkan bisnis yang memegang kedua lisensi ini untuk melanjutkan operasi mereka secara efektif selama 20 tahun ke depan.

Industri pertambangan dan perminyakan Indonesia menyumbang sekitar 60 persen dari total ekspor. Negara ini bertanggung jawab atas produksi yang signifikan dari berbagai komoditas dan mineral, seperti batubara termal – di mana Indonesia adalah pengekspor terbesar di dunia dan menyumbang 90 persen dari produksi batubara Asia Tenggara.

Selain itu, Indonesia merupakan pengekspor utama tembaga, emas, dan bauksit, serta nikel. Ini juga merupakan pengekspor minyak sawit dan timah olahan terbesar di dunia.

Kewenangan pemerintah pusat

Berdasarkan Undang-Undang Pertambangan 2009, baik pemerintah pusat maupun daerah memainkan peran penting dalam industri pertambangan nasional – untuk menetapkan kebijakan pertambangan, memberikan izin, dan mengelola penyelesaian konflik.

Reformasi kunci dalam Revisi UU Pertambangan adalah penghapusan kewenangan pemerintah daerah untuk menerbitkan semua jenis izin pertambangan.

Sekarang ini sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Amandemen tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengupayakan peningkatan kemudahan berusaha negara dengan memusatkan fungsi perizinan sektor-sektor utama ekonomi.

UU yang baru direvisi, bagaimanapun, memungkinkan pemerintah pusat untuk mendelegasikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk penerbitan izin pertambangan berbasis masyarakat lokal.

Rezim lisensi baru

UU Pertambangan 2009 mengakui tiga izin pertambangan. Ini adalah:

  • Izin Usaha Pertambangan (IUP);
  • Izin Pertambangan Rakyat (IPR); dan
  • Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Undang-undang yang diamandemen telah memasukkan jenis izin pertambangan baru. Ini adalah:

  • IUPK Lanjutan Operasi;
  • Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB); dan
  • Lisensi penugasan – digunakan untuk penambangan bahan radioaktif.

Perpanjangan kontrak KK dan PKP2B

Kontrak KK pada dasarnya adalah kontrak antara pemerintah Indonesia dengan pemegang kontrak yang mengatur tentang kewajiban dan hak perusahaan dalam tata cara penambangan.

KK memiliki status khusus karena ketentuan yang diatur dalam KK dapat mengesampingkan hukum yang berlaku di Indonesia. Artinya, misalnya, ketentuan perpajakan dalam KK berlaku bagi pemegang KK, terlepas dari apakah pemerintah mengubah peraturan perpajakan negara tersebut.

Kerangka hukum untuk PKP2B serupa dengan KK tetapi lebih spesifik untuk aspek pertambangan batubara.

Berdasarkan UU Pertambangan 2009, pemerintah berupaya mengubah kontrak KK dan PKP2B menjadi IUP, IUPK, dan IPR.

Sesuai dengan Revisi UU Pertambangan, pemerintah telah memperkenalkan izin IUPK Operasi Lanjutan bagi pemegang kontrak KK dan PKP2B.

Pemerintah akan menjamin penerbitan izin IUPK Operasi Lanjutan kepada pemegang kontrak KK dan PKP2B yang akan berakhir, yang hanya efektif memperpanjang kontrak KK dan PKP2B.

Berdasarkan izin IUPK Kelanjutan Operasi, pemegang KK dan PKP2B dapat menerima:

  • perpanjangan 20 tahun (diberikan dalam dua kali perpanjangan 10 tahun) jika kontrak KK atau PKP2B tidak pernah diperpanjang; atau
  • Perpanjangan 10 tahun, jika kontrak KK atau PKP2B telah diperpanjang sebelumnya.

Investor harus menyadari bahwa penerbitan izin IUPK Operasi Lanjutan pada kenyataannya bergantung pada beberapa faktor, seperti kontribusi terhadap penerimaan negara serta KK atau PKP2B perusahaan yang menunjukkan kinerja yang baik dalam operasi pertambangan.

Perusahaan KK dan PKP2B perlu mengubah kontrak mereka menjadi izin IUPK Kelanjutan Operasi antara satu sampai lima tahun sebelum berakhirnya kontrak KK atau PKP2B mereka.

Perubahan area penambangan

Sebagai bagian dari amandemen UU Pertambangan, pengusahaan mineral logam di bawah izin IUPK Operasi Lanjutan tidak akan dibatasi maksimal 25.000 hektar sedangkan produksi batubara di bawah izin yang sama tidak akan dibatasi 15.000 hektar seperti yang disebutkan sebelumnya. hukum.

Transfer lisensi

UU Pertambangan 2009 membatasi pengalihan izin IUP dan IUPK kecuali pihak yang menerima pengalihan adalah perusahaan yang memegang 51 persen saham dari kontrak IUP atau IUPK tersebut.

Berdasarkan undang-undang yang diubah, IUP/IUPK sekarang dapat dialihkan kepada pihak ketiga, yang akan memerlukan persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal ini dengan syarat perusahaan IUP/IUPK telah menyelesaikan kegiatan eksplorasinya dengan bukti dari data cadangan yang bersangkutan selain memenuhi persyaratan administrasi, keuangan, dan teknis.

Kewajiban divestasi

Perusahaan pertambangan asing sudah diinstruksikan untuk mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada pihak Indonesia (pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan/atau swasta nasional) berdasarkan UU Pertambangan 2009. Undang-undang menyatakan bahwa divestasi harus dimulai pada tahun kelima produksi dan 51 persen saham harus didivestasikan pada tahun ke- 10 .

Revisi undang-undang tersebut tidak membahas jangka waktu lima hingga sepuluh tahun, melainkan menyatakan bahwa kewajiban divestasi harus dilakukan secara 'bertahap'.

Investor harus menunggu peraturan pelaksana yang akan mengatur waktu divestasi.

Pemerintah mengambil 51 persen saham PT Freeport Indonesia, anak perusahaan operasi utama raksasa pertambangan Freeport-McMoRan, pada 2018 dari 9,36 persen sebelumnya dalam kesepakatan senilai US$3,5 miliar dolar.

Freeport-McMoRan melalui Buat PT Freeport Indonesia menguasai tambang Grasberg di Provinsi Papua yang disebut-sebut sebagai tambang emas terbesar dan tambang tembaga terbesar kedua di dunia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Merawat Kesehatan Mata

Mainkan Kunci Gitar Lebih Cepat

Keuntungan Pengiriman Paket Kecil