Aqiqah (Menyembelih Hewan) untuk Bayi di Hari Ketujuh


1. Aqiqah adalah hewan atau hewan yang disembelih pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi.

Dari Samurah (radiyallaahu `anhu) bahwa Rasulullah (salallāhu 'alaihi wasallam) bersabda:

  • “Seorang anak digadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih atas namanya pada hari ketujuh, dihilangkan darinya kerugian (yaitu dicukur kepalanya) dan dia diberi nama.”

(HR Ahmad (7/5), Abu Dawud (2838), At-Tirmidzi (1522). Dinilai Shahih oleh: At-Tirmidzi, Al-Haakim, Abdur-Razzaaq Al-Ishbilee dan lain-lain). Untuk lebih lengkapnya di hukum aqiqah selama hari-hari ritual kurban islam.

2. Hukum Aqiqah yang Diundangkan:

Ibnu Mundhir (rahimahullah) menyatakan:

  • “Ini adalah kebiasaan yang didirikan di wilayah Hijaaz dulu dan sekarang, dan dipraktikkan oleh para Ulama. Maalik (w.179H) menyebutkan bahwa itu adalah urusan yang tidak ada perbedaan di antara mereka. Dari mereka yang berpendapat bahwa `aqeeqah harus dilakukan adalah: `Abdullaah Ibn `Abbaas, `Abdullaah Ibn `Umar dan `Aa'ishah, Ibu Orang-Orang Mukmin (radiyallaahu `anhum).
  • Sekelompok besar ulama telah mengikuti dalam hal ini, Sunnah Rasulullah (salallāhu 'alaihi wasallam) dan ketika itu telah ditetapkan dalam Sunnah, maka wajib untuk berbicara dengannya dan praktik ini tidak dirugikan oleh orang-orang yang berpaling. jauh dari itu.
  • Namun, praktik itu ditolak oleh Ahli Pendapat (As-haabur-Ra'ee) yang tidak menganggap `aqeeqah sebagai Sunnah. Dalam hal itu mereka menentang kumpulan riwayat yang ada dari Rasulullah (salallāhu 'alaihi wasallam), dari para sahabatnya (radiyallaahu `anhum), dan para Tabi`in yang meriwayatkannya.”

(Tuhfatul-Mawdood bi Ahkāmil-Mawlood, hal.69.)

Abu Zinaadah (rahimahullaah) berkata:

  • “Aqiqah adalah urusan yang dilakukan oleh umat Islam dan meninggalkannya dibenci.”

Ahmad Ibn Hanbal (w.241H, rahimahullaah):

  • “Saya tidak menyukai seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan `aqeeqah atas nama anaknya, namun dia tidak melakukannya. Tidak boleh ditinggalkan karena Nabi (salallāhu 'alaihi wasallam) bersabda: "Anak itu digadaikan dengan aqiqahnya." Dan ini adalah yang paling parah dari apa yang diriwayatkan dalam urusan ini.”

(Tuhfatul-Maudud bi Ahkāmil-Mawlood, 100-102)

Al-Haarith berkata kepada Abu `Abdillaah Ahmad Ibn Hanbal: “Bagaimana jika seseorang tidak memiliki sesuatu untuk disembelih?” Dia membalas:

  • “Jika dia mengambil pinjaman, saya berharap bahwa Allah akan menggantikannya karena dia menghidupkan sunnah.”

3. Waktu Penyembelihan Aqiqah:

At-Tirmidzi (rahimahullaah) berkata:

  • “Bertindak atas urusan para Ulama ini: adalah bahwa `aqiqah disembelih atas nama anak pada hari ketujuh - dan jika tidak memungkinkan pada hari ketujuh, maka pada empat belas. Dan jika itu tidak memungkinkan, maka pada hari kedua puluh satu.”

(As-Sunan 4/86)

Perintah ini diriwayatkan dari Nabi (salallāhu 'alaihi wasallam) di mana beliau bersabda:

  • “Aqiqah ada pada tanggal tujuh, atau empat belas atau dua puluh satu.”

(HR. At-Tabaraani dalam Al-Awsat (4882), Majma` az-Zawaa'id (4/59). Disahkan oleh Ad-Diyaa' dari hadits Buraidah, dan didukung oleh hadits ` Aa'ishah (radiyallaahu `anhaa) diriwayatkan oleh Al-Haakim dalam Al-Mustadrak (4/238-239))

4. Makna sabda Nabi (salallāhu 'alaihi wasallam): “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya.”

Yahyaa Ibn Hamzah berkata: Saya bertanya kepada `Ataa Al-Khurasanee: Apa artinya: “Setiap anak digadaikan dengan `aqeeqahnya.” Jadi dia berkata:

  • “Dia dicegah dari syafaat putranya.”

Lainnya yang mengatakan hal yang sama: Al-Hasan Al-Basree, `Ataa Ibn Abee Rabaah, Qataadah, Ahmad Ibn Hanbal dan Al-Baghawee.

(Lihat: Al-`Iyaal dari Ibn Abee Dunyaa (76), Sharhus-Sunnah dari Al-Baghawee (11/268), Sunan al-Kubraa dari Al-Bayhaqee (9/299),Tuhfatul-Mawdood bi Ahkāmil-Mawlood ( hal.119))

Dan ikrar ini tetap berlaku sampai `aqeeqah dilakukan - atau bahwa seseorang melakukan `aqeeqah atas namanya sendiri. Diriwayatkan dari Nabi (salallāhu 'alaihi wasallam) bahwa ia melakukan aqiqah atas namanya sendiri setelah ia diangkat sebagai seorang Nabi.

(HR `Abdur-Razzaaq (7960), At-Tabaraanee dalam Al-Awsat (994), Ad-Diyaa' dalam Al-Mukhtaarah (1832,1833), At-Tahaawee dalam Mushkilul-Aathaar (1053,1054), dan dinilai otentik oleh Al-Albaanee dalam As-Silsilah (2726))

Demikian juga beberapa Salaf yang saleh melakukan `aqeeqah atas nama mereka sendiri, seperti `Ataa', Al-Hasan, Ibn Seereen dan lainnya (rahimahumullaah). Untuk informasi selengkapnya di hukum aqiqah menyembelih bayi baru lahir.

5. Berapa banyak yang harus disembelih atas nama anak perempuan dan laki-laki?

Ummu Kurz Al-Ka`biyyah (radiyallaahu `anhaa) berkata: Aku mendengar Rasulullah (salallāhu 'alaihi wasallam) berkata:

  • “Atas nama anak laki-laki ada dua domba yang setara, dan untuk anak perempuan hanya satu.”

Terjadi dalam sebuah narasi:

  • “Tidak ada salahnya hewan itu jantan atau betina.”

Artinya domba jantan atau betina.

Imam Ahmad bin Hanbal berkata:

  • “Setara artinya: Kedua domba itu harus sama atau serupa.”

(Abu Dawud (2835, 2834), At-Tirmidzi (1016), Ibn Maajah (3162), Al-Haakim (4/237/238), Ibn Hibbaan (5313), disahkan oleh At-Tirmidhee, Al-Haakim , Ibnu Hibban dan lainnya)

Ibnu Abi Mulaikah berkata: Abdur-Rahmaan bin Abi Bakar memiliki seorang anak laki-laki, maka dikatakan kepada `Aa'isyah: "Wahai ibu orang-orang yang beriman, sembelih seekor unta untuknya."

Jadi dia menjawab:

  • “Perlindungan ada pada Allah! Rasulullah (salallāhu 'alaihi wasallam) berkata: Dua domba yang setara.”

(Ibn Abee Dunyaa di Al-`Iyaal (59), At-Tahaawee di Sharh Mushkil al-Aathaar (1042), Al-Bayhaqee di As-Sunan Al-Kubraa (9/310))

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Merawat Kesehatan Mata

Mainkan Kunci Gitar Lebih Cepat

Keuntungan Pengiriman Paket Kecil